Aku menyulutkan nyala ke kayu arang, membakar dingin yang menyumsum di perapian batu hingga sulang-sulang asap mengirimkan jelaga ke wajahku. Aku melelas cangkir bercendawan saat temaram merambakkan nirasa yang merimpuhkanku … kata hati dipaksa bisu oleh suara hujan dan gemuruh langit, sedang bintang-bintang bersembunyi bersama arah dan mata angin yang kucari …
Ah, alam yang rawan tak kunjung ramah … prahara berkelebat kalap sebelum merebat jalan-jalan persuaan …
Aku membubuh gula pada kopiku sambil mengingat ucapanmu tentang hiasan langit. Katamu, gemintang itu ada di atas hujan, di petala langit yang terdekat … dan hujan takkan mampu memadamkan pijar-pijarnya. Aku lantas menyeka wajah mengurai lelah, meniscayakan semesta diri tentang air matamu … berharap tetes-tetesnya tak memadamkan pijar bintang di matamu …
Namun, Dis … waktu terus mengukir usia di jalan-jalan yang kulalui bersama matahari yang timbul tenggelam. Aku pun terhenti di berandamu yang berdebu, lalu merapuh mendapati kosong di balik pintumu yang terkunci …
–HENDRA WIBAWA IBN TATO WANGSA WIDJAJA—
^^
he he he …
matahari ga timbul tenggelam ah..*tetep protes..wkwk
sudah kubilang saya anak A3 sosial … gak diterima di A1 fisika … qeqeqe …*kayak komidi puter -halah-
Suka yang ini meski masih harus menerka-nerka apa maksudnya
wah, terima kasih, ya … he he he …
Dis tuh siapa mas?
Siapa yg berjanji mas Hendra? tentang apa?Sdh baca 3 kali, maaf alfaqir ini belum mudeng juga …hehe
oh, itu … bukan siapa-siapa, Mas … he he he …
iya benar, Pendekar … he he he …kau memang al-faqir ilallah … sebagaimana kita semua memang sangat membutuhkan kemurahan-Nya …terima kasih, Pendekar … senang sekali saya dengan kehadiranmu …