Al-Muhakah, bermain peran … mereka berpura-pura menjadi seseorang di atas panggung atau di layar-layar cahaya. Drama-drama pun dipentaskan babak demi babaknya, fragmen-fragmen yang dinukil dari kehidupan nyata atau pun karya-karya khayalan …
Di belakang panggung di belakang kamera, lelaki tak berjanggut menempelkan hiasan janggut pada dagunya … dia melingkarkan ‘imamah di kepalanya, sedang wajahnya dibedaki oleh lelaki-lelaki yang gemulai …
Babatun ba’da babatin … orang-orang pun tampil silih berganti, berjalan dengan gaya berjalan orang lain dan berbicara dengan gaya bicara orang lain …
Aku termenung membaca sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَا أُحِبّ أَنّي حَكَيْتُ إِنْسَاناً وَإِنّ لِي كَذَا وكَذَا – صحيح الترمذي ( ۲ / ٣٠٦ ) الألباني
“Sungguh aku tak suka berbuat muhakah (menirukan), bahwa bagiku menirukan seperti ini dan seperti itu.” (Shahih at-Tirmidzi 2/306; al-Albani)
Bandung, 14 Juni 2011
–HENDRA WIBAWA IBN TATO WANGSA WIDJAJA—
wah, iya juga ya … ha ha ha …parodi itu kan mengejek orang lain meskipun tujuannya sebagai hiburan … he he he …
ijin copas yang ini kak Hen 🙂
iya silakan, Mei … he he he …
jazakalloh khoiron katsiron 🙂
wa anti fajazakillahu khairan katsiran …