Kutemukan secarik kertas yang terselip di antara deretan buku tua yang telah menguning. Tiada yang tertulis pada kertas itu selain nukilan semangat:
تَأخَرْتُ أسْتَبْقِي الحياةَ فلمْ أجِدْ *** لنفسِي حياة ًمِثلَ أنْ أتَقَدَمَا
Aku berlari ke belakang untuk mengekalkan kehidupan, namun tak kudapati kehidupan (hakiki) bagi jiwaku semisal jika kubergerak ke depan (hingga syahid melawan musuh-musuhku) …
مَنْ لمَ ْيَمُتْ غَبْطَةً يَمُتْ هَرَمًا *** اَلْمَوْتُ كَأْسٌ وَالْمَرْءُ ذَائِقُهَا
Siapa tak mati dalam kegagahan, niscaya mati dalam kelemahan. Sungguh kematian itu ibarat air di gelas, dan setiap orang kan mereguknya …
Tak tertera tanggal pada kertas itu, dan aku menduga bait-bait itu dinukil oleh si pemilik kertas pada masa perjuangan –atau aku menduga si penukil itu pernah melewati masa-masa perjuangan di ardhul khadhra’, bumi pertiwi yang hijau ini … wallahu a’lamu …
Bandung, 14 Juni 2012
–HENDRA WIBAWA IBN TATO WANGSA WIDJAJA—