sisa malam menyala dalam cemburu. Ia membara seperti siksa yang berapi-api, mengasap memperabukan daun yang berembun-embun di awal fajar yang semburat …
–HENDRA WIBAWA IBN TATO WANGSA WIDJAJA–
sisa malam menyala dalam cemburu. Ia membara seperti siksa yang berapi-api, mengasap memperabukan daun yang berembun-embun di awal fajar yang semburat …
–HENDRA WIBAWA IBN TATO WANGSA WIDJAJA–
Kini rupa malam takkan lagi serupa malam. Dan kepergian itu, sebagaimana juga kedatangan, ia adalah perubahan. Kukatakan kepadamu jika memang kau masih mendengar, sungguh lelaki pencemburu takkan mau melihat warna selain warna dirinya …
–HENDRA WIBAWA IBN TATO WANGSA WIDJAJA–
aku berharap kau menyimak diamku yang tak bicara. Sungguh rayuanku yang paling memabukkan adalah diam. Tidakkah kau merasakan kefasihan dan sisi puitis itu terlampir dalam diamku? Tidakkah kau merasakan semua pesona kata-kataku saat aku tak mengatakan apa pun kepadamu? Aku diam saat menyatakan cinta paling puitis kepadamu …
Bandung, 16 Oktober 2020
–HENDRA WIBAWA IBN TATO WANGSA WIDJAJA–