Bahu dengan Bahu, Kaki dengan Kaki …

bahu dengan bahu

Syaikh Muhammad Nashir ad-Din al-Albani

Sumber: http://www.4salaf.com/vb/showthread.php?t=447

قال الشيخ محمد ناصر الدين الألباني في سلسلة الأحاديث الصحيحة (الأحاديث رقم ٣١ -٣٢):

 

Syaikh Muhammad Nashir ad-Din al-Albani berkata di kitab Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (hadits no. 31-32)

 

استفاضت الأحاديث الصحيحة عن النبي صلى الله عليه وسلم في الأمر بإقامة الصفوف وتسويتها ، بحيث يندر أن تخفى على أحد من طلاب العلم فضلاً عن الشيوخ ، ولكن ربما يخفى على الكثيرين منهم أن إقامة الصف تسويته بالأقدام ، وليس فقط بالمناكب ، بل لقد سمعنا مراراً من بعض أئمة المساجد – حين يأمرون بالتسوية – التنبيه على أن السنة فيها إنما هي بالمناكب فقط دون الأقدام ، ولما كان ذلك خلاف الثابت في السنة الصحيحة ، رأيت أنه لا بد من ذكر ماورد من الحديث ، تذكيراً لمن أراد أن يعمل بما صح من السنة ، غير مغتر بالعادات والتقاليد الفاشية في الأمة.

 

Begitu banyak hadits-hadits shahih dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengenai perintah untuk meluruskan shaf dan merapatkannya. (Hadits-hadits tersebut) hampir tak tersembunyi dari seorang pun penuntut ilmu yang belajar dari para guru. Akan tetapi barangkali telah tersebunyi dari kebanyakan di antara mereka bahwa (yang dimaksud dengan) menyusun shaf shalat adalah juga dengan menempelkan kaki (seseorang dengan kaki orang di sebelahnya), bukan hanya semata-mata menempelkan bahu (seseorang dengan bahu orang di sebelahnya). Sungguh sering kita dengar dari sebagian imam masjid, suatu imbauan –yakni pada saat mereka memerintahkan makmum untuk meluruskan shaf- bahwa yang merupakan sunnah dalam hal ini hanyalah dengan merapatkan bahu dengan bahu saja tanpa harus merapatkan kaki dengan kaki. Tentu saja imbauan itu bertentangan dengan apa yang telah tsabit dari sunnah yang shahih. Oleh karena itu, aku memandang perlu untuk menyebutkan apa yang datang dari hadits sebagai peringatan bagi orang yang ingin beramal dengan amal yang bersumber dari sunnah yang shahih, bukannya teperdaya oleh adat kebiasaan dan mengikuti apa yang tersebar di masyarakat.

 

فأقول: لقد صح في ذلك حديثان: الأول: من حديث أنس. والآخر: من حديث النعمان بن بشير رضي الله عنهما. أما حديث أنس فهو:

 

Maka aku katakan, “Sungguh telah shahih dua hadits mengenai hal tersebut. Pertama hadits dari Anas, dan kedua hadits dari an-Nu’man bin Basyir –radhiyallahu ‘anhuma. Adapun hadits Anas adalah sebagai berikut:

٣١- أَقِيمُوا صُفُوفَكُم ْ وتراصوا فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي.

 

31 – “Luruskan shaf-shaf kalian dan rapatkanlah! Sesungguhnya aku bisa melihat kalian dari belakang punggungku.”

 

رواه البخاري، وأحمد من طرق عن حميد الطويل: ثنا أنس بن مالك قال: أقيمت الصلاة، فأقبل علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم بوجهه، فقال: فذكره. زاد البخاري في رواية: (قبل أن يكبر)، وزاد أيضا في آخره: (وكان أحدنا يلزق منكبه بمنكب صاحبه، وقدمه بقدمه. وهي عند المخلص، وكذا ابن ابي شيبة بلفظ: (قال أنس: فلقد رأيت احدنا يلصق منكبه بمنكب صاحبه وقدمه بقدمه ، فلو ذهبت تفعل هذا اليوم، لنفر أحدكم كأنه بغل شموس. وترجم البخاري لهذا الحديث بقوله (باب إلزاق المنكب بالمنكب والقدم بالقدم في الصف.

 

Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Ahmad dari beberapa jalan dari Humaid ath-Thawil, telah mengabarkan Anas bin Malik, dia berkata, “Iqamah shalat diserukan lalu Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menghadap ke arah kami seraya berkata …,” –lalu menyebutkan sabda di atas.

Dalam riwayat lain, al-Bukhari menambahkan redaksi, “… sebelum bertakbir,” dan juga menambahkan redaksi (ucapan Anas –pent) di akhir hadits, “Dan setiap orang dari kami pun menempelkan bahunya dengan bahu orang di sampingnya, juga menempelkan kakinya dengan kaki orang di sebelahnya.”

Sedangkan di dalam al-Mukhallish, demikian juga Ibnu Abi Syaibah, dengan redaksi: Anas berkata, “Dan sungguh aku melihat setiap orang dari kami menempelkan bahunya dengan bahu orang di sampingnya dan menempelkan juga kakinya dengan kaki orang di sebelahnya. Seandainya hal itu dilakukan pada hari ini, niscaya setiap orang dari kalian akan lari tak ubahnya keledai yang memberontak,” dan al-Bukhari menuliskan bab terhadap hadits ini dengan ucapan, “Bab Menempelkan Bahu dengan Bahu dan Kaki dengan Kaki di dalam Shaf.”  

 

وأما حديث النعمان فهو:

 

Adapun hadits an-Nu’man adalah sebagai berikut:

 

٣٢- أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ [ثَلَاثًا] وَالله لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ.

 

32- “Luruskan shaf-shaf kalian! (Beliau mengatakannya tiga kali). Demi Allah, kalian luruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan menjadikan hati kalian saling berpaling satu sama lain!”

 

وفي هذين الحديثين فوائد هامة:

 

Di dalam kedua hadits di atas terkandung beberapa faidah yang penting, yaitu:

 

الأولى : وجوب إقامة الصفوف وتسويتها والتراص فيها ، للأمر بذلك ، والأصل فيه الوجوب ، إلا لقرينة ، كما هو مقرر في الأصول ، والقرينة هنا تؤكد الوجوب ، وهو قوله صلى الله عليه وسلم (أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ) ، فإن مثل هذا التهديد لا يقال فيما ليس بواجب ، كما لا يخفى.

 

Pertama:

Wajib meluruskan shaf dan merapatkannya karena terdapat perintah terhadap hal itu, sedangkan asal dari perintah adalah wajib, kecuali (jika) terdapat qarinah (isyarat yang memalingkannya dari hukum wajib) sebagaimana yang ditetapkan dalam kaidah ushul, sedangkan qarinah yang terdapat di dalam hadits ini jelas-jelas menetapkan wajibnya merapatkan shaf, yaitu ucapan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau Allah akan menjadikan hati kalian saling berpaling satu sama lain!” Sesungguhnya perkataan semacam ini merupakan ancaman yang tidak akan diucapkan untuk perkara yang bukan wajib sebagaimana tak tersembunyi perihalnya.

 

الثانية : أن التسوية المذكورة إنما تكون بلصق المنكب بالمنكب ، وحافة القدم بالقدم ، لأن هذا هو الذي فعله الصحابة رضي الله عنهم حين أمروا بإقامة الصفوف ، والتراص فيها ، ولهذا قال الحافظ في (الفتح) بعد أن ساق الزيادة التي أوردتها في الحديث الأول من قول أنس: (وأفاد هذا التصريح أن الفعل المذكور كان في زمن النبي صلى الله عليه وسلم ، وبهذا يتم الاحتجاج به على بيان المراد بإقامة الصف وتسويته). ومن المؤسف أن هذه السنة من التسوية قد تهاون بها المسلمون ، بل أضاعوها ، إلا القليل منهم ، فإني لم أرها عند طائفة منهم إلا أهل الحديث ، فإني رأيتهم في مكة سنة (١٣٦٨هـ) حريصين على التمسك بها كغيرها من سنن المصطفى عليه الصلاة والسلام ، بخلاف غيرهم من أتباع المذاهب الأربعة – لا أستثني منهم حتى الحنابلة – فقد صارت هذه السنة عندهم نسياً منسياً ، بل إنهم تتابعوا على هجرها والإعراض عنها ، ذلك لأن أكثر مذاهبهم نصت على أن السنة في القيام التفريج بين القدمين بقدر أربع أصابع ، فإن زاد كره ، كما جاء مفصلاً في (الفقه على المذاهب الأربعة:١\٢٠٧) ، والتقدير المذكور لا أصل له في السنة ، وإنما هو مجرد رأي ، ولو صح لوجب تقييده بالإمام والمنفرد حتى لا يعارض به هذه السنة الصحيحة ، كما تقتضيه القواعد الأصولية.
وخلاصة القول: إنني أهيب بالمسلمين – وبخاصة أئمة المساجد – الحريصين على اتباعه صلى الله عليه وسلم ، واكتساب فضلية إحياء سنته صلى الله عليه وسلم ، أن يعملوا بهذه السنة ، ويحرصوا عليها ، ويدعوا الناس إليها ، حتى يجتمعوا عليها جميعاً ، وبذلك ينجون من تهديد: (أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ).

 

Kedua:

Bahwasanya perbuatan ‘merapatkan’ yang disebutkan (dalam hadits) itu adalah dengan cara menempelkan bahu (seseorang) dengan bahu (orang di sampingnya) dan sisi kaki (seseorang) dengan sisi kaki (orang di sebelahnya), karena perbuatan itulah yang dilakukan oleh para shahabat –radhiyallahu ‘anhum– tatkala mereka diperintahkan untuk meluruskan dan merapatkan shaf. Sehubungan dengan masalah ini, al-Hafizh (Ibnu Hajar al-Asqalani) berkata di dalam kitab al-Fath, setelah beliau menyebutkan tambahan redaksi di dalam hadits pertama dari ucapan Anas, “Keterangan ini memberikan faidah bahwa perbuatan yang disebutkan itu (yakni para shahabat menempelkan bahunya dengan bahu orang di sampingnya dan kakinya dengan kaki orang di sebelahnya -pent) berlangsung pada masa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan itu merupakan hujjah yang sempurna untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan meluruskan dan merapatkan shaf.”

(Akan tetapi), di antara hal yang memprihatinkan, bahwasanya Sunnah merapatkan shaf ini telah dianggap remeh oleh kaum muslimin, bahkan mereka telah menelantarkannya -kecuali sebagian kecil saja dari mereka. Sungguh aku tidak melihat (Sunnah) ini dilakukan oleh kelompok kaum muslimin kecuali ahli hadits, dan aku telah melihat mereka (yang melakukan Sunnah merapatkan shaf ini) di Makkah pada tahun 1368 Hijriyah, yang mana mereka begitu bersemangat berpegang pada Sunnah ini sebagaimana juga terhadap Sunnah lainnya dari sunnah-sunnah al-Musthafa‘alaihish shalatu was salam, dan itu berlainan dengan orang-orang selain mereka dari kalangan para pengikut mazhab yang empat –tak terkecuali para pengikut mazhab hanabilah- sehingga jadilah Sunnah ini tak berarti dan dilupakan oleh mereka (para pengikut mazhab). Bahkan sungguh mereka itu mengikuti langkah-langkah menjauhi sunnah dan berpaling darinya. Hal itu dikarenakan kebanyakan mazhab itu menetapkan bahwa sunnah di dalam berdiri (shalat) itu dengan merenggangkan jarak kedua kaki sejauh empat jari, makruh jika jaraknya lebih dari itu, sebagaimana terdapat perinciannya di dalam kitab Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah (1/207), padahal ukuran jarak yang disebutkan itu tidaklah memiliki asal di dalam Sunnah, dan itu hanya murni ra’yu (pendapat akal) semata. Kalaupun ra’yu tersebut benar, maka wajib membatasinya untuk imam atau orang yang shalat sendirian agar tidak bertentangan dengan Sunnah yang shahih sebagaimana yang ditetapkan oleh kaidah-kaidah ushuliyah.

Sebagai kesimpulan, sesungguhnya aku menyerukan kepada kaum muslimin -khususnya kepada para pengurus masjid- yang memiliki semangat dalam mengikuti Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallamdan (bersemangat pula) dalam meraih keutamaan dari menghidupkan Sunnah beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar mengamalkan Sunnah ini dan bergairah atasnya serta mengajak manusia untuk mengamalkannya hingga mereka pun berhimpun bersama-sama mengamalkannya. Dengan demikian semua akan terhindar dari ancaman, atau Allah akan menjadikan hati kalian saling berpaling satu sama lain!”

 

وأزيد في هذه الطبعة فأقول: لقد بلغني عن أحد الدعاة أنه يهون من شأن هذه السنة العملية التي جرى عليها الصحابة ، وأقرهم النبي صلى الله عليه وسلم عليها ، ويلمح إلى أنه لم يكن من تعليمه صلى الله عليه وسلم إياهم ، ولم ينتبه – والله أعلم – إلى ذلك فهم منهم أولاً ، وأنه صلى الله عليه وسلم قد أقرهم عليه ثانياً ، وذلك كاف عند أهل السنة في إثبات شرعية ذلك ، لأن الشاهد يرى ما لا يرى الغائب ، وهم القوم لا يشقى متبع سبيلهم.

 

Dan sebagai tambahan dalam edisi penerbitan kali ini, maka aku katakan, “Telah sampai kepadaku (kabar) tentang salah seorang dai bahwasanya dia meremehkan orang yang mengikuti sunnah amaliyah yang dilakukan oleh para shahabat dan disetujui oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ini. Dan dia memandang dengan sambil lalu bahwasanya hal itu (perbuatan shahabat saling menempelkan bahu dan kaki) bukanlah termasuk dari pengajaran Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada para shahabat. Dia juga tidak mengambil perhatian –wallahu a’lamu- terhadap pemahaman para shahabat yang selanjutnya disetujui oleh Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal yang demikian itu telah cukup bagi Ahlus Sunnah untuk menetapkan syariat (meluruskan shaf), karena orang yang hadir itu melihat apa yang tak dilihat oleh orang yang tak hadir, dan mereka (para shahabat) adalah suatu kaum yang tidak akan celaka orang yang mengikuti jalan mereka.”

 

الثالثة : في الحديث الأول معجزة ظاهرة للنبي صلى الله عليه وسلم ، وهي رؤيته صلى الله عليه وسلم من ورائه ، ولكن ينبغي أن يعلم أنها خاصة في حالة كونه صلى الله عليه وسلم في الصلاة ، إذ لم يرد في شئ من السنة أنه كان يرى كذلك خارج الصلاة أيضاً، والله أعلم.

 

Ketiga:

Di dalam hadits yang pertama (no. 31 di atas) terdapat (kabar mengenai) mukjizat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu mukjizat berupa kemampuan beliau untuk melihat (para shahabat) yang berada di belakang punggung beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi harus diketahui bahwa mukjizat tersebut hanya terjadi secara khusus pada saat beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam– shalat saja -selama tidak terdapat penjelasan yang berasal dari Sunnah bahwa beliau juga bisa melihat seperti itu di luar shalat, wallahu a’lamu.

 

الرابعة : في الحديثين دليل واضح على أمر لا يعلمه كثير من الناس ، وأن كان صار معروفاً في علم النفس ، وهو أن فساد الظاهر يؤثر في فساد الباطن ، والعكس بالعكس، وفي هذا المعنى أحاديث كثيرة ، لعلنا نتعرض لجمعها وتخريجها في مناسبة أخرى إن شاء الله تعالى.

 

Keempat:

Pada kedua hadits di atas terdapat dalil yang benderang mengenai perkara yang tak diketahui oleh kebanyakan manusia meskipun telah makruf menurut ilmu jiwa bahwa kerusakan lahir itu berpengaruh terhadap kerusakan batin. Begitu juga sebaliknya, dan hadits-hadits dengan kandungan seperti itu sangatlah banyak, barangkali pada kesempatan lain akan kami kemukakan beserta takhrij-nya, insya Allah.

 

الخامسة : أن شروع الإمام في تكبيرة الإحرام عند قول المؤذن : (قد قامت الصلاة) بدعة ، لمخالفتها للسنة الصحيحة ، كما يدل على ذلك هذان الحديثان ، لا سيما الأول منهما ، فإنهما يفيدان أن على الإمام بعد إقامة الصلاة واجباً ينبغي عليه القيام به ، وهو أمر الناس بالتسوية ، مذكراً لهم بها ، فإنه مسؤول عنهم : (كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.

 

Kelima:

Bahwasanya perbuatan imam yang mengawali takbir al-ihram pada saat muazin mengucapkan, “Qad qamati ash-shalah,” adalah bid’ah karena bertentangan dengan Sunnah yang shahih sebagaimana ditunjukkan oleh kedua hadits di atas, terutama hadits yang pertama. Kedua hadits di atas memberikan faidah bahwa setelah iqamah diserukan, wajib bagi imam untuk memerintahkan para makmum agar merapatkan shaf dan mengingatkan mereka akan hal itu karena sesungguhnya imam akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka (yang dipimpinnya), “Setiap orang dari kalian adalah pemimpin, dan setiap orang dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”

Bandung, 2 Desember 2012

–HENDRA WIBAWA IBN TATO WANGSA WIDJAJA–

40 comments on “Bahu dengan Bahu, Kaki dengan Kaki …

  1. kadang kakiku diinjek 😀

  2. angkasa13 says:

    Nuhun kang …..

  3. Novi Kurnia says:

    jazakallah khairan. fotonya di puri, ya?

  4. Novi Kurnia says:

    mengalami salat yang bahu dan kaki rapat cuma pas masih aliyah. habis itu ga pernah lagi. tapi saking semangatnya, bahuku dipepet keras sampai napas aja susah, hasilnya salat juga ga khusyu’. meskipun tanpa dipepet pun salat juga mungkin ga khusyu’ karena gangguan lainnya.

    • tipongtuktuk says:

      he he he …
      untunglah tidak diinjak, ya … ha ha ha …
      *di sisi lain, sebagaimana kata hadits, barangkali banyaknya perselisihan di antara kaum muslimin itu dikarenakan kita tak mau menempelkan bahu dan kaki kita …

  5. Novi Kurnia says:

    sering menemui imam yang hanya menyuruh merapatkan shaf (tanpa merapatkan bahu dan kaki), tapi itu pun lumayan karena banyak juga imam yang kuketahui (dan itu juga cuma dikit pengetahuanku) yang engga menyuruh merapatkan shaf.

    • tipongtuktuk says:

      ya, kebanyakan imam malah tidak menyuruh untuk merapatkan shaf sama sekali selain hanya mengatakan pelan, “sawu sufufakum,” seraya tetap menghadap kiblat … he he he …

  6. Novi Kurnia says:

    kalau aku amati, salah satu penyebab lain shaf tidak rapat adalah sajadah yang terlampau lebar, padahal pemiliknya kurus, jadi orang di sebelahnya segan menginjak sajadah milik orang lain.

  7. Novi Kurnia says:

    “… atau Allah akan menjadikan hati kalian saling berpaling satu sama lain!” <— ini maksudnya gimana?

  8. daicyzara says:

    kalau di wp, bahu dan kaki rapat khan?
    jadi gak akan ada perselisihan.. hahha *garing

  9. n0bita says:

    jadi ingen polisi huru-hara.. bahu dengan bahu.. kaki dengan kaki.. rapattttt!

  10. Nice..! 😀 Kemarin sempat mau nulis tentang rapatnya shaf shalat dan korelasinya dengan kondisi terkini umat muslim.. Teriiimmaaa kasih atas referensinyaa 😀

    Jadi ingat pengalaman waktu di kosan dulu, kebetulan penghuni hampir semuanya jilbaber. Waktu sholat, saking ingin merapatkan shaf maka rela berpepet ria dan injak kaki segala.. Rela loh rela, dari pada shaf jarang-jarang.. hehehe Tapi subhanallah, Allah ikatkan hati-hati kita semua…

  11. matahari_terbit says:

    kek gini singkat? wadoooww.. hahahaha

  12. pergipagi says:

    heu, setiap kali publish, komentatornya langsung bereaksi.. *envy 😀

  13. ini yNG sering terlupakan…..

  14. Ahmad says:

    Al afw terjemahan perkataan anas kok gak pas y..
    Harusnya kan : قال أنس: فلقد رأيت احدنا يلصق منكبه بمنكب صاحبه وقدمه بقدمه
    Anas berkata : Maka sungguh saya melihat salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu teman di sampingnya serta kakinya dengan kaki temannya…
    Bukan setiap orang tapi salah satu shahabat saja

    • tipongtuktuk says:

      Jazakallahu khairan …
      ya, terjemahan yang pas memang, “Maka sungguh saya melihat salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu teman di sampingnya serta kakinya dengan kaki temannya …,” sebagaimana yang akhi Ahmad terjemahkan … -meskipun yang dimaksud adalah setiap orang dari jamaah shalat sebagaimana keterangan Syaikh al-Albani dan juga Ibn Hajar al-Asqalani -rahimahumallah … wallahu a’lamu …

Leave a comment